Minggu, 07 Februari 2016

Hujan Tak Sama Sekali Bersalah

Plan A

Rencana itu sudah ada beberapa hari yang lalu, bahkan sebelum saya sadar kalau besoknya tanggal merah, hari raya bagi para tionghoa - TANGGAL MERAH, sengaja ditulis huruf kapital biar kelihatan WOW. 

"Ada waktunya kita mencapai 'titik jenuh' dari kemainstream-an rutinitas sehari-hari. Dan saat itulah kita perlu sejenak menghindar dari yang 'itu lagi dan itu lagi'. Dan angka merah di kalender selalu menarik bagi saya. Semenarik bebas dan lepas dari kemainstream-an itu".

Balik ke plan A, rencananya hari itu, kami janjian bakal kumpul di basecamp (baca: rumah salah satu dari kami atau rumah saya, mungkin) Yah... sekadar berkumpul, tujuannya setelah lengkap berkumpul, selanjutnya sama-sama ke pasar buat beli "sesuatu" yang sudah kami rencanakan.

Kami. Kami berenam. Dulunya bertujuh, tapi satu di antara kami telah lebih dahulu menghadap Sang Khalik, mengembalikan hidup pada Yang Maha Menghidupkan. Butuh waktu bertahun-tahun buat menerima bahwa kami tinggal berenam. Kami dipertemukan oleh tempat dan waktu. Kami satu sekolah, dari kami yang sama-sama berseragam putih biru sampai ke putih abu-abu, walau berbeda kelas. Tanpa disadari kini persahabatan kami memasuki usia satu dekade.

Meminjam istilah temanku, "Sahabat adalah keluarga yang dipilih", merekalah keluarga yang saya pilih. Yah, kami sudah seperti keluarga, saling mengenal, pun pada masing-masing keluarga kami yang 'sebenarnya', saling mengenal. Itulah sekilas tentang kami. Namun bukan itu sebenarnya yang ingin saya abadikan di coretan kali ini, tapi tentang rencana 'plan A' yang gagal diwujudkan. Gagal, yah GA-GAL, sekali lagi sengaja ditulis dengan huruf kapital, kali ini supaya kelihatan dramatis. 

Setelah masuk ke dunia pendidikan yang 'tak berseragam', dunia yang sebagian makhluknya tergila-gila dengan IPK tinggi, bermuka manis untuk mengambil hati 'sang guru', dunia yang sebagian makhluknya lagi tak acuh pada tumpukan SKS yang harus diselesaikan supaya akhirnya 'gelar' bisa didapatkan, dunia yang sebagian lainnya belajar sebagaimana mestinya. Setelah memasuki dunia itulah kami, seolah dibatasi sekat plasma, tidak padat tidak pula cair. 

Kami saling merindu tapi tak berupaya bertemu. Kami bisa saja bertemu tapi harus menyesuaikan waktu terlebih dahulu. Dan pemfaktoran waktu kami seolah sulit sekali menemukan bilangan KPK-nya. Waktu kosongku, waktu liburnya, waktu kosongmu itu sulit menemukan angka yang sama. Terlebih setelah kami mulai memasuki dunia kerja. KERJA, sengaja lagi ditulis huruf kapital karena itu sesuatu. (Mungkin di lain coretan saya akan bercerita tentang akhir masa kuliah sekaligus awal masa kerja, seperti dunia baru bagi saya). Lagi-lagi bukan ini inti dari coretan ini.

Baiklah, balik ke PLAN A yang GAGAL, karena itu intinya. Seperti yang saya bilang sulit sekali menemukan waktu untuk sekadar berkumpul. Dan hari itu kami eksekusi sebagai hari untuk menyamakan kegiatan kami, bersama. Rencana itu benar-benar sudah diketuk palu, tepat hari minggu, 7 februari 2016 pukul 08.00 WIB, yang saya yakini bakal molor satu atau dua jam dari jam yang ditetapkan. Tapi tak apalah, bisa memutuskan hari, itu saja sudah luar biasa menurut saya. 

Dan sekarang lihatlah, rencana itu tidak sekadar molor satu dua jam, tapi benar-benar tak terwujudkan, karena aliran deras dari langit yang betah membasahi bumi kami hingga matahari nyaris tenggelam. Yah... seharian hujan deras dan rencana yang kami susun rapi seketika musnah, hanyut tersapu derasnya hujan.

PLAN B

Di hari yang sama, belum lagi jam delapan, ada bbm dari teman kampus, dulunya, sekarang kami masih berteman dekat, dan kami bukan lagi anak kuliahan. Ia ngajakin nonton sambil reuni juga pikirku. Semenjak tamat kuliah, ia lebih memilih kembali ke kampung halamannya, alhasil kami jarang bertemu. Ya, walau belum ketuk palu kapan pastinya, sehari sebelumnya saya memang janji bakal nemenin dia nonton film Ketika Mas Gagah Pergi, gitu judulnya kalo tidak salah. 

Film ini memang sempat mengisi timeline di sebuah jejaring sosial yang saya ikuti. Beberapa hari yang lalu, film ini diputar di satu-satunya bioskop di kota kami di empat teater sekaligus, nonton bareng katanya. Acara nonton bareng itu heboh mungkin karena dimeriahkan oleh kehadiran salah satu aktornya, Ali Syakieb, adiknya Nabila Syakieb, siapa Nabila Syakieb? Anaknya Pak Syakieb, mungkin #abaikan.

Rencananya, setelah selesai plan A langsung meluncur ke plan B. Dua rencana yang
bukan pilihan, tapi berkelanjutan, plan B akan dilaksanakan setelah plan A selesai. 

Tapi apa daya, Sang Maha Perencana merencanakan hal lain. Plan A saja tidak terlaksana, apalagi plan B. Alhasil kegiatan yang tak terencanakanlah yang malah berhasil dilakukan. 

Sumber : google
Hujan...
Gara-gara hujan, plan A gagal
Gara-gara hujan, plan B gagal
Gara-gara hujan, kami gagal bertemu
Gara-gara hujan, mungkin kamu kehujanan
Gara-gara hujan, mungkin kamu harus beteduh di jalan
Gara-gara hujan...
Gara-gara hujan...
Kenapa hujan turun? kenapa harus turun?

Bukan. Bukan itu yang ingin saya katakan. Saya tak ingin mengutuk hujan. Memang hujan membuat semua di luar rencana saya, tapi tak sedikitpun meleset dari rencana Tuhan. Hujan tak sama sekali bersalah. Bagaimana bisa kami menyalahkan hujan setelah beberapa bulan yang lalu kami memohon-mohon kehadirannya untuk mengusir kabut asap? Sekali lagi hujan sama sekali tidak bersalah, TIDAK BERSALAH.

Orang bijak berkata "Manusia hanya bisa berencana, namun Tuhanlah yang menentukan".

Wallahu'alam bisshawab.


6 komentar:

  1. bukannya hujan itu adalah rezeki yah meskipun rencanamu tidakada yang berjalan setiaknya iat dan usahamu sudah terlaksana

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, manusia bisa berniat dan usaha, apa yang terjadi selanjutnya tergantung kuasa Tuhan :)

      Hapus
  2. Memang benar, hujan tak akan bersalah ataupun disalahkan... Tuhan yang mengatur buruk menjadi baik..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, kita manusia tidak ada hak untuk menghakimi :)

      Hapus
  3. hujan memang tak bersalah, tapi sering kali disalahkan hohoho

    BalasHapus
  4. Selain itu tanpa hujan semua yang ada di bumi tak bakalan bisa hidup :-)

    BalasHapus

Komentar kalian motivasi menulis saya. Terima kasih atas komentarnya :)