Minggu, 28 Februari 2016

Kebersihan Sebagian dari Iman (I) : Dia Si Perempuan Tua Itu ...

Sudah lebih dari satu bulan, tidak ada sapaan darinya, tidak ada senyum ramah yang sangat tulus kelihatannya, tak ada sekaan keringat, tidak ada letih di balik baju oranye itu.

Dia seorang perempuan tua. Dia yang di balik baju oranye, tak ‘kan membiarkan sampah berserakan di sepanjang salah satu jalan menuju bandara kota kami. Dulunya dia adalah pembantu rumah tangga di rumah seorang dokter yang berada tepat bersebrangan dengan rumah saya. Semenjak dokter tersebut pensiun, dan entah sekarang pindah ke mana, dia perempuan tua itu pun mulai bekerja di dinas kebersihan kota. Pekerjaannya bukanlah duduk santai di ruangan ber-AC. Setiap hari ia menantang panas matahari ketika terik dan bertahan di dalam mantelnya yang lusuh ketika hujan. Tanggung jawabnya membuat sepanjang salah satu jalan menuju bandara kota kami menjadi bersih, daun kering pun tak boleh singgah lama di sepanjang jalan tersebut. Tidak heran jika sedikit sulit menemukan sampah di sepanjang jalan tersebut. Ibarat pertempuran, senjatanya hanyalah sapu lidi bertangkai bambu dan sekop sampah sebagai perisai yang selalu ia bawa setiap bekerja.


Ilustrasi: diary1muslimah

Kini, lebih dari sebulan dia, perempuan tua itu tidak kelihatan. Jalan tersebut masih tetap bersih. Seorang perempuan muda kini yang mengambil alih tugas membersihkan sepanjang jalanan tersebut. Tapi rasanya masih ada yang mengganjal. Sekali lagi bukan karena jalan tersebut kini kelihatan kotor. Tidak. Karena sepanjang jalan itu masih tetap bersih. Kerja perempuan muda itu tidak kalah dengan perempuan tua yang saya kenal. Bedanya, mereka tak sama ramahnya.

Entah kapan mulanya saya seolah sangat mengenal perempuan tua itu. Hampir tiap hari saya melewati jalan tersebut, hampir setiap hari pula dia menyapa saya, bertanya mau kemana, ataupun sekadar bertanya kabar. Sesekali kami mengobrol ringan tentang pekerjaannya, tentang apa yang terjadi di jalan hari itu, atau macam-macam yang membuat saya yakin ibu tua itu adalah perempuan yang kuat. Dia tak pernah mengeluh tentang pekerjaannya. Dia bersyukur dengan keadaannya, walaupun harus tetap bekerja di usianya yang sekarang.

Satu minggu, dua minggu dia tidak masuk kerja. Tumben ni ibu, nggak kerja, batin saya. Namun hampir dua bulan, rasa penasaran saya tak terbendung. Akhirnya saya beranikan diri menyapa dan bertanya pada perempuan muda itu. Ternyata ia tidak setidak ramah kelihatannya. Ia memang pendiam, tapi santun bicaranya. Ternyata ia anak perempuan tua itu. Sedikit-banyak kami bicara, ternyata ia selama dua bulan terakhir ini memang bertugas menggantikan pekerjaan ibunya, supaya ibunya tak kehilangan pekerjaan. Ternyata baju seragamnya itu pun milik ibunya. Ternyata ibunya sedang sakit, patah tulang karena kecelakaan. Ternyata korban tabrakan yang terjadi di depan salah satu rumah sakit swasta yang tak jauh dari bandara kota, yang sempat heboh dibicarakan, adalah perempuan tua itu. Mobil yang melaju cukup kencang entah kenapa seolah kehilangan keseimbangannya sehingga menyerempet ibu tua yang sedang bercengkrama dengan sapu lidinya di pinggir salah satu jalan menuju bandara kota kami. Dan banyak lagi ternyata-teryata yang lain.

Mungkin begitulah suratan, setiap pekerjaan ada risikonya. Sama seperti halnya pilot yang tidak menutup kemungkinan pesawatnya jatuh, tentara yang bisa jadi tertembak ketika pengamankan daerah konflik, ataupun pedagang dan bisa kapan saja rugi atau bahkan bangkrut. Begitupun pekerjaan perempuan tua itu, dia si penyapu jalan. Pekerjaan yang dipandang sebelah mata oleh tidak sedikit orang ternyata juga berisiko cukup besar. Harus benar-benar hati-hati ketika menyebrang, harus benar-benar hati-hati untuk menggapai sampah di tengah jalan, karena tak semua pengendara yang juga berhati-hati ketika menjalankan kendaraan. Sadar atau tidak, perempuan tua itu, juga teman-teman seprofesinya adalah bagian dari kesuksesan kota kami meraih kembali Piala Adipura tahun lalu. Piala yang diarak-arak seharian, kala itu. Tanpa mereka apalah yang terjadi.

Sumber : tribun.jambinews

Sumber : infojambi
Taman Tugu Adipura Kota Kami

Melalui tulisan ini, semoga bisa mengintrospeksi diri, terutama saya pribadi,  supaya lebih bersyukur dan menghargai siapapun orang yang ada di sekitar kita, dan juga lebih sadar untuk tidak membuang sampah sembarangan, karena:

"Kebersihan adalah sebagian dari iman"


Saya pun berharap semoga perempuan tua itu segera pulih dan semoga tahun ini kota kami kembali memenangkan Piala Adipura. Amin…
   

19 komentar:

  1. Salut dengan para penyapu jalan raya yang sangat berjasa terhadap kebersihan kota meskipun kadang dianggap remeh oleh masyarakat :)

    Semoga ibu penyapu jalan yang sakit tersebut bisa segera sembuh ya mbak, aamiin :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin...

      iya benar-benar salut, apalagi kalo lihat yang sudah "berumur", prihatin juga lihatnya :')

      Hapus
  2. salut juga sama penyapu jalanan y mbak...kita harus menghargai mereka dengan tidak membuang sampah sembarangan ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, langkah paling sederhana dengan membuang sampah pada tempatnya ;)

      Hapus
  3. Perempuan Tua, Masya Allah, Luar Biasa pengabdian beliau. Meski kadang luput dari penghargaan manusia, namun tak kan luput sedikitpun dari Allah. Semoga menjadi amal solih beliau yg akan memperberat timbangan kebaikan, Insya Allah.

    Saya paling trenyuh dg wanita yg membersihkan jalan, sll ingin memberikan penghargaan, jika tidak punya materi (meski sekedar segelas aqua), sapalah dg senyum hangat :)

    Mengaku beriman? KEBERSIHAN yg utama. Betul banget mbak.

    Bravo dg Piala Adipura-nya. Nice article, inspiring ...!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin ya Allah....
      iya mbak sama, apalagi yang nyapu ramah banget :)
      Terima kasih ucapannya, moga tahun ini dapet lagi...

      Hapus
  4. Ah terharu, salut banget kagum banget. Lalu ngerasa ketampar..... :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk sama-sama mulai tidak membuang sampah sembarangan ;)

      Hapus
  5. apa lagi yang bisa kita lakukan selain saling menjaga untuk tidak membuang sampah sembarangan, untuk membantu pekerjaan seperti ibu ini.


    dan salut sama si empu nya blog ini, mampu melihat dari sudut yang berbeda, bahwa hal-hal sederhana seperti ini, sebenarnya sangat bermanfaat untuk kita bagi bersama, entah dalam bentuk sebuah tulisan ataupun yang lainnya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe... terima kasih, karena itulah yang sebenarnya dekat dengan keseharian kita. Yap... dengan membuang sampah pada tempatnya, beban penyapu jalan akan jadi lebih ringan :)

      Hapus
  6. semoga ibu penyapu jalannya cepat sembuh aamiin

    BalasHapus
  7. yap, point terpenting menurut saya adalah mensyukuri semua yang kita punya. dan si ibu itu.. beliau bisa dibilang sebagai sosok yang cukup menjadi tamparan bagi kita untuk terus bersyukur.

    BalasHapus
  8. Iya. Semua pekerjaan ada resikonya. Saling menghargai orang apapun pekerjaannya. Semoga perempuan tua itu lekas sembuh.. :)

    BalasHapus
  9. Jika dipikir gaji mereka emang lebih rendah dari kita, tapi kemuliaanya jauh lebih tinggi dari kita ..
    huhuhu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya,tapi dengan saling menghargai semoga kemuliaan pun juga ditinggikan...

      Hapus
  10. Setiap pekerjaan selalu ada resikonya. Yang menjadi miris adalah jika kerjaan itu penuh resiko tapi tidak ada jaminan keselamatan atau kesehatan.

    BalasHapus

Komentar kalian motivasi menulis saya. Terima kasih atas komentarnya :)