Senin, 07 Maret 2016

Kebersihan Sebagian dari Iman (II) : Buang Sampah Sembarangan Bisa Masuk Neraka?

Kenapa di judul pos sebelumnya ada tulisan "(I)"-nya? Karena ada bagian duanya #eh standar banget ya jawabannya. #abaikan

Yupzz... kali ini saya masih akan membahas tentang kebersihan. Entah kenapa lagi suka-sukanya dengan tema kebersihan, dengan jargon yang sama bahwa:

"Kebersihan adalah sebagian dari iman"

Mungkin karena ibu tua yang diceritakan di sini, mungkin karena timbunan sampah yang bikin saya kejebak macet beberapa minggu yang lalu, atau karena "penanggung jawab" kebersihan sekolah yang "cuti", atau mungkin saya benaran sadar bahwa kebersihan itu bagian dari iman #eh

Dulu semasa sekolah, dari masa SD sampai SMA, selalu digaungkan kalimat berbahasa Arab annazofatum minal iman, bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Setiap amanat pembina upacara selalu disisipkan tentang pentingnya kebersihan, kebersihan, dan kebersihan. Kebersihan seolah jadi tema wajib yang telah dipatenkan untuk disampaikan setiap hari senin pagi. Dimulai dari kebersihan diri. Rasakan jika ke sekolah tidak mandi sebelumnya, apa yang dirasakan di sekolah? Bayangkan jika suasana kelas kotor, bagaimana bisa belajar dengan tenang? Bayangkan jika sampah di rumah kalian dibiarkan menumpuk, apa yang akan terjadi? Yang jelas tidak akan senyaman ketika lingkungan kita bersih. Lingkungan kotor juga menjadi sarang penyakit. Begitu kira-kira guru saya menjelaskan.

Selain itu di setiap kitab Fiqih atau tata cara ibadah, yang pertama kali dijelaskan bukanlah bagaimana cara shalat, zakat, puasa, atau hal-hal lainnya yang berkaitan dengan rukun Islam, namun tidak lain adalah tata cara bersuci, suci dari hadats besar maupun hadats kecil. Bab Thaharah (Bersuci) diletakkan diawal karena memang kebersihan itu sangatlah penting bahkan dapat  menjadi salah satu penentu sah atau tidaknya suatu ibadah dalam Islam. Begitu juga guru saya menjelaskan.

Sekarang, saya bukan lagi seorang siswa, tapi masih bagian dari salah satu sekolah swasta di kota kami. Beberapa minggu yang lalu, tepat sebulan karyawan yang biasa menyapu halaman dan teras sekolah tidak masuk kerja. Ia meliburkan diri karena ingin merawat ayahnya yang sedang sakit, hingga akhirnya ayahnya kembali ke Yang Maha Kuasa.

Sebulan ia tidak masuk! Tebaklah apa yang terjadi!

Sampah menumpuk di depan kelas, piring dan gelas kotor menumpuk karena tak ada yang membersihkan. Beberapa hari bertahan dengan keadaan seperti itu, akhirnya kami menyerah. Piring dan gelas menjadi tanggung jawab masing-masing, setelah dipakai kemudian dicuci masing-masing. Tong sampah yang penuh di depan kelas, menjadi tanggung jawab kelas masing-masing, setiap siswa yang piket ditambah beban membuang sampah ke tempat pembuangan sampah akhir di belakang sekolah. Selain itu, satu hari dalam satu minggu diadakan kegiatan gotong-royong, membersihkan halaman sekolah, teras, dan tangga menuju lantai atas.

Yah, ketidakhadiran satu orang yang biasanya bertanggung jawab mengenai kebersihan itu, mempengarui aktivitas banyak orang.

Sebulan, tepat sebulan, barulah terasa pentingnya kebiasaan lingkungan bersih, supaya lebih mandiri tanpa tergantung pada orang yang memang dibebani tanggung jawab membersihkan lingkungan.

Itu baru di lingkungan kecil. Hanya lingkungan sekolah. Apalagi lingkungan masyarakat ya? Hmmm....

Tapi sayang, sampai sekarang masih saja banyak orang yang membuang sampah sembarangan tanpa merasa berdosa sedikitpun. Membuang sampah sesuka hati masih menjadi kebiasaan yang seolah lumrah dilakukan, apalagi sampah ringan seperti bungkus snack atau bahkan bungkus permen. Padahal bungkus plastik seperti ini, sulit sekali terurai secara alami, dan bisa jadi sampah plastik yang kita buang lebih panjang umurnya jika tak tersapa oleh sapu sang petugas kebersihan.

Mirisnya pemandangan di salah satu sudut kota kami, entah masyarakat masih buta huruf ataukah malas membaca, padahal sudah ada tulisan larangan membuang sampah di tempat tersebut, tapi masih saja banyak yang membuang sampah rumah tangganya ke tempat itu. Tempat itu berada di pinggir jalan, bersebelahan dengan tanah lapang yang disulap menjadi pasar tradisional di tengah kota.

Pernah suatu hari, sekitar dua minggu yang lalu, sampah di pinggir jalan menumpuk hampir melebihi setengah meter dan tersebar kurang lebih sepanjang sepuluh meter. Tak terlihat truk pengangkut sampah yang biasanya singgah untuk mengambil sampah-sampah tersebut, karena memang sudah ada papan larangan membuang sampah di tempat tersebut. Jadi bukan tanggung jawab dinas kebersihan lagi untuk mengangkut limbah rumah tangga tersebut.




Suatu pagi hujan turun cukup deras, membuat sampah-sampah itu mengalir memenuhi jalan yang tak begitu lebar itu. Kendaraan yang lalu-lalang membuat sampah-sampah tersebut terinjak-injak, maka menyatulah sampah-sampah plastik dengan sayur-sayuran yang sudah membusuk yang juga dibuang oleh pedagang pasar. Bisa bayangkan betapa beceknya jalan saat itu? Yah, keadaan jalan seperti itu berhasil membuat jalanan menjadi macet beberapa menit.

Anehnya, kini sudah ada spanduk bertuliskan:
STOP ... !!! BUANG SAMPAH SEMBARANGAN 
tapi masih banyak saja yang buang sampah di daerah tersebut. Hingga akhirnya muncullah spanduk kuning ini! Mau ketawa ada, prihatin juga ada ... Hati-hati loh buang sampah di sini bisa-bisa masuk neraka.





Sudah ada "spanduk KUNING" itu pun, walaupun sudah berkurang, tapi masih ada saja sekelompok orang yang masih membuang sampah di pinggir jalan tersebut. Tidak takut disumpahin masuk neraka apa ya? Atau memang kesadarannya yang tak lagi peka. Ah... sudahlah!


Pemandangan tepi jalan di sebelah pasar tradisional terdekat dengan bandara  kota kami

Punya pengalaman lihat spanduk yang "nyentil" seperti "spanduk KUNING" itu? Boleh share di kolom komentar ;)


7 komentar:

  1. emang itu orang gak di sekolahin kali masih aja buang sampah sembarangan ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. entah karna ga sekolah atau udah terlalu pintar, atau mungkin karna egois kali ya...hmmmm

      Hapus
  2. buang sampah emang susah, kadang kebiasaan susah dibenerin. Diingetin malah marah

    BalasHapus
    Balasan
    1. ala bisa karena biasa, bisa buang sampah seenaknya gitu karena udah kebiasaan kali ya

      Hapus
  3. iya dong, jangan pada buang sampah sembarangan..

    selama ini sih belum nemu spanduk yang kata-katanya nusuk begitu.
    Tapi kayaknya, dipasangin spanduk yang kata2nya keras sekali pun,
    kalo emang manusianya punya mental jorok ya mau dikata apa juga ga pedulian..

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener banget padahal kata-katanya udah segitunya ya tapi tetap ga ngaruh...ckkk

      Hapus
  4. Hanya orang sembarangan yang buang sampah sembarangan..., sering juga liat orang yang buang sampah dari mobil... itu orang gak bisa apa dikumpulin aja didalam mobil, ntar klo dah deket sama tong sampah baru dibuang...

    BalasHapus

Komentar kalian motivasi menulis saya. Terima kasih atas komentarnya :)