Sabtu, 05 Mei 2012

Five Flakes (I): Entahlah!!!

Five flakes, atau lebih dikenal dengan doble F, merupakan gankkami waktu masih duduk di bangku SMA. Gankterpopuler di SMA Negeri Awan angkatan. Gank positif yang sering menuai pujian. Jelas saja anggotanya lima orang, sebagian besar adalah anak berbakat dan berprestasi, perfect deh. Tidak heran jika mereka telah membawa nama SMA Negeri Awan bagai awan cerah yang berbinar. (Mereka??!Aku????)

Coba pikir, dua di antara mereka selalu aktif dalam setiap kegiatan seni antar-SMA. Dan tidak jarang mereka memenangkan lomba pembacaan puisi tingkat SMA, bahkan salah satu di antara mereka ada yang pernah memenangkan lomba cipta puisi nasional.

Seseorang lagi di antara kami adalah orang yang sangat tekun, senang mengobservasi lingkungan, suka bergaul dengan masyarakat, dan ia ahli mata pelajaran sains, khususnya fisika. Yah, wajar saja jika ia pernah memenangkan beberapa olimpiade fisika. Meski baru tingkat provinsi namun itu suatu prestasi yang luar biasa menurutku. Selain itu ia juga aktif mengisi halaman karya tulis di salah satu koran harian daerah kami.


Dan satu lagi adalah anak yang sangat peduli dengan penampilannya, selain ia adalah seorang pembawa acara atau MC di salah satu program teve swasta, ia juga sering kali mengikuti acara peragaan busana daerah. Ia di gelar sebagai sang peragawati sekolah. Dan ia pun pernah mewakili provinsi kami dalam seminar pengembangan budaya terhadap anak bangsa, yang diadakan di ibu kota. Saat itu memang tidak hanya ia sebagai perwakilannya, ada beberapa siswa dari sekolah lain juga turut berpartisipasi. Meskipun hanya seminar tapi bagiku tidak sembarang orang yang dipilih, apalagi harus mewakili provinsi masing-masing.

Di balik itu semua, sebenarnya tidak seluruh anggota doble F yang mampu mendulang prestasi. Mmmmm… Itulah aku. Aku hanya ikut terbang bersama kepopuleran mereka. Meski hanya sekilas, aku sering muncul di teve. Setidaknya aku sering ikut Chleo saat membawa acara langsung, aku sering berdiri di sampingnya.

Aku orang yang take it easy dengan apapun yang aku hadapi. Karena itu aku selalu enjoy bersama mereka. Lagian kegiatan-kegiatan mereka sama sekali tidak mengganggu aktifitasku. Enaknya lagi, setiap ke kantin tinggal pesan saja, toh setiap aku mau bayar, salah satu dari mereka selalu melarang. Hmmm…mengambil kesempatan dalam kelapangan (rezeki orang lain, heee…).

Senang sih senang, tapiiiiii…

Jujur, aku kurang suka dengan sifat salah seorang dari kami. Selalu saja memaksakan kehendaknya. Heranku, mengapa kami seolah-olah selalu menuruti apa saja yang ia inginkan. Padahal aku sering kali menolaknya, tapi teman-teman yang lainnya membuat aku mau tidak mau juga ikut menurutinya. Contohnya saja, jika akan belajar kelompok selalu dia yang menentukan jadwal dan tempatnya, jika mau ngumpul selalu dia yang mengatur segalanya, bahkan saat jam istirahat ia seakan berkuasa menentukan apa yang harus kami lakukan. Sok manager tuh anak.

Siapa lagi kalau bukan Chleo si peragawati centil, gadis yang sok cantik dan merasa paling pintar. Memang sih manis dan dia selalu juara kelas. Tapi menurutku Nisa tak kalah cantiknya, dan kepintarannya pun tidak jauh beda dengan dengan Chleo. Nisa si fisikawan SMA Negeri Awan, kepintarannya di bidang menghitung tak terkalahkan di kelas kami. Chleo tidak begitu lincah dalam urusan hitung-menghitung apalagi harus membolak-balikkan rumus. Hanya saja Nisa juga kurang menguasai ilmu sosial apalagi ilmu tentang kewarganegaraan. Sedangkan pada mata pelajaran lain Nisa dan Chleo cukup bersaing, buktinya nilai rata-rata mereka tak jauh beda.

Suatu hari, di suatu kesempatan, hanya aku dan Chleo di taman sekolah. Aku menegur Chleo mengenai sifat dan tingkahnya. Aku bosan lihat gayanya yang semakin hari semakin jadi. Tahu sih dia seorang enternainer, tapi tidak semestinya gitu juga kan di sekolah.

“Le, sekolah itu tempat belajar!” Kata ku tanpa basa-basi.

“Yah aku tahu, memang sekolah tempat belajar, cari teman, dan cari lawan, kayak kaaamu!” Sambung Chleo santai sambil bercanda, ia berkata sambil mencubit pipiku pada akhir kalimatnya. Kelihatannya aku salah memilih kalimat pembukaan. Chleo anak yang giat, terang saja ia mengatakan sekolah memang tempat belajar.

“Yah, jangan berlebihan gitu donk!” Sambungku ketus.

“Maksud kamu?!” Tanyanya masih dengan santai.

“Hmmm…eeee…mmm, yah maksudku kamu gausah lebay deh di sekolah!” Jawabku datar karena bingung bagaimana menyampaikan ungkapan kekesalanku padanya.

“Ha….” Balasnya singkat mungkin belum mengerti.

“Jangan berlagak ga ngerti gitu deh, tahu ga sih, penampilan kamu di sekolah itu sudah lebih dari batas normal. Ngapain juga kamu pakai barang-barang ga penting, pakai perhiasan segala, lagian coba lihat sepatu kamu, bisa disita oleh pihak sekolah tuhkalau ada pemeriksaan!” Jelasku bijak menasehatinya, namun ia malah tertawa sambil memukul pelan pundakku kemudian berlalu pergi begitu saja. Aku merasa tidak dihargai. Ku menyusulnya, menarik tangannya, dan kini ku benar-benar meluapkan isi hatiku. Entah setan apa yang membisikkan kata-kata yang sebelumnya sangat sulit ku rangkai.

“Eh Le, jangan mentang-mentang kamu pintar, cantik, kaya,  deee el el, terus kamu bisa ngelakuin sesuatu sesuka hatimu. Jangan sok istimewa gitu deh, sok ngetop loe…”  Kataku kasar dengan nada tertinggi yang aku miliki, tak bermoral, sungguh tingkahku tak berpendidikan. Bisa ditebak, banyak pasang mata yang menyaksikan. Entah bagaimana penilaian mereka tentangku. Namun bagiku mereka layaknya bersyukur ada teman seperti aku, supaya mereka tak lagi harus tunduk dengan si Chleo yang sok jadi Cleopatra itu.

Anehnya, Chleo tak refleks membalas perkataannku. Yang ku tahu Chleo orang yang tidak bisa sedikit saja di bantah apalagi sampai dikasari seperti itu.

Dan singkat ia menjawab, “Sudah??!” Tanyanya lembut sambil tersenyum.

Benar-benar tuh anak, ngesalin banget. Emosiku tambah menjadi-jadi, seakan ada api yang membara di sekujur tubuhku. Tentu setan sedang besorak-sorak girang, bertepuk tangan melihat tingkahku. Aku terus mengoceh, hingga berhenti pada satu kalimat, “Sok imut loh!” Chleo masih tetap konsisten dengan senyumannya, aku yang malah jadi mati gaya.

Setelah itu, aku hanya mematung. Tak mengerti apa yang selanjutnya aku lakukan. Aku bagai tiang listrik saat mati lampu. Aku tak tahu untuk apa aku ada di sana, aku diam dan ia pergi. Mata-mata yang tadinya tertuju padaku, kini tak lagi memandangku. Entah apa yang terjadi selanjutnya. Bagaimana aku dan ia, bagaimana kami dan flake lainnya?!!Entahlah.

B e r s a m b u n g . . .

6 komentar:

  1. Note: Cerita ini dibuat waktu penulis masih smp, direnovasi (eh) waktu duduk di bangku sepuluh sma, baru dipublikasi'in pas udah jadi anak kuliahan :)

    BalasHapus
  2. wah.. apa novel atau cerpen nih.. :)

    BalasHapus
  3. @Wangsa: Semacam cerpen gitu deh :D

    BalasHapus
  4. Yah, masih dengan sikap pputih abu-abunya.

    Salam Kenal dariku blogger Makassar
    Visit in my blog kalau ada waktu
    Sekalian folback yah

    BalasHapus
  5. kautsar...emang berbakat dalam smua hal...

    BalasHapus
  6. @rheiiz: hhe... yori biso bae....dk di smua'ny jg la yor :)

    BalasHapus

Komentar kalian motivasi menulis saya. Terima kasih atas komentarnya :)