Senin, 31 Mei 2010

Kebangkitan Nasional: Bukan Dongeng Pengantar Tidur

Ma Chung Blog Competition 2010, saat saya melihat pengumuman kompetisi ini saya langsung berminat mendaftar menjadi salah seorang peserta. Minat saya bertambah besar ketika tertera nama Raditya Dika yang merupakan salah satu penulis favorit saya.

Namun setelah membaca ulang ternyata kompetisi ini diselenggarakan dalam rangka Kebangkitan Nasional. Saya mulai ragu untuk mengikutinya. Selain sulit merangkai kalimat yang tepat, saya juga merasa malu. Yang saya tahu tanggal 20 Mei adalah hari Kebangkitan Nasional, tapi sebenarnya saya tidak tahu kisah tentang Kebangkitan Nasional itu sendiri bahkan saya tidak mengerti mengapa tanggal itu ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional. Bagaimana saya menulis tentang sesuatu, sedangkan saya belum tahu makna sesuatu itu.

Hmmm... Mengapa Kebangkitan Nasional tidak ditetapkan pada hari kemerdekaan, bukankah Indonesia benar-benar bangkit pada saat itu. Bangkit dari penindasan, bangkit untuk hidup, bangkit untuk ciptakan kedamaian. Di hari itu tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, hari kapan rakyat Indonesia benar-benar bebas dari kekangan yang sangat menyiksa. Tidak ada lagi penjajahan, tidak ada lagi penyiksaan.

Di rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56, hari Jum’at tepat pada pukul 10.00 WIB Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Presiden pertama Repulik Indonesia, Ir. Soekarno. Suasana hening ketika dikumandangkan barisan kalimat yang sangat, bahkan sungguh, sungguh menjadi anugerah bagi bangsa Indonesia. Dan suasana pun berganti seiring berjalannya alur waktu saat itu, semua berdiri dan penuh semangat menyanyikan lagu yang sangat dalam maknanya, lagu karya Wage Rudolf Supratman, lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” yang sekaligus mengiringi pengibaran Sang Merah Putih pada ceremonial saat itu. Suara yang menggema, lantutan lagu penuh ekspresi karena dalamnya penjiwaan, penghormatan pada Sang Merah Putih pertama yang dikibarkan, Merah Putih yang menjadi jati diri Indonesia, mengikat semua perbedaan hingga menjadi sebuah kesatuan nyata yang sangat berharga. Tak ada kata yang pantas diucapkan selain rasa syukur pada Yang Kuasa.

Memang tak terbayangkan jelas suasana saat itu, yang pasti kebahagian tak luput dari bangsa Indonesia. Bayangkan kawan, terbebas dari suatu kekangan yang sangat menyiksa, bukan hanya lahir, batin pun juga ikut tersiksa, dalam kurun waktu yang tidak singkat dan perjuangan yang mengorbankan nyawa, sungguh ini anugerah yang luar biasa. Jangankan terbebas dari jajahan bangsa asing, seandainya kita saja, selalu diatur, tidak boleh ini, tidak boleh itu, harus begini, harus begitu, tidak enak kan?!

* * *

Sebagai seorang mahasiswi, yang juga merupakan warga Negara Indonesia, saya tak lantas diam dengan tanda tanya yang melayang di balon awan imajinasi saya. Saya berusaha mencari jawaban tentang arti dari Kebangkitan Nasional. Saya mulai membuka kembali buku-buku sejarah, buku yang sudah bertahun-tahun tak saya hiraukan. Saya temukan sebuah buku dengan debu tipis di sampulnya. Saya buka buku itu, diawali pada lembar daftar isi. Dan saya temukan pada halaman ke sekian tentang "Lahirnya Golongan Terpelajar" yang pada bab ini dijelaskan singkat mengenai sejarah Kebangkitan Nasional.

Untuk itu kawan, mari kita flash back  lagi ke beberapa tahun yang lalu!

Sejarah punya sejarah tepatnya pada tanggal 20 Mei 1908, berdirilah sebuah organisasi penggerak kebangkitan bangsa, Boedi Oetomo. Hari tersebutlah yang kemudian dikenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Kala itu bangkit suatu kesadaran tentang kesatuan kebangsaan untuk menentang kekuasaan penjajahan Belanda yang telah berabad-abad lamanya berlangsung di tanah air. Boedi Oetomo saat itu, merupakan perkumpulan kaum muda yang berpendidikan dan peduli terhadap nasib bangsa, yang antara lain diprakarsai oleh Dr.Soetomo, Dr.Wahidin Soedirohoesodo, Dr.Goenawan dan Suryadi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).

Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat begitu banyak kenangan berharga yang sangat mengharukan. Awal kebangkitan Nasional bukanlah terjadi dengan sendirinya melainkan berawal dari rasa keprihatinan terhadap kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Saat itu Belanda menelantarkan pendidikan Bangsa Indonesia, rakyat dibiarkan bodoh, melarat dan menderita.

Untungnya kondisi tersebut tidaklah lama. Orang-orang berpendidikan mulai bereaksi. Mereka mulai bergerak menyuarakan hak-hak bangsa. Jumlah mereka pun semakin lama semakin bertambah. Banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia kala itu merupakan salah satu faktor munculnya Kebangkitan Nasional.

[WARNING!!! Efek samping awal membaca sejarah adalah ngantuk. Tapi tenang aja, anggap aja baca novel, it will be okay...]

Yah, begitulah kisah singkat tentang Kebangkitan Nasional. Ternyata Indonesia bangkit jauh sebelum Indonesia merdeka. Kita patut bangga dengan pemuda-pemuda Indonesia dulu. Dengan rasa cinta yang tinggi, berjuang untuk kemajuan bangsa. Mereka peduli Indonesia, mereka menyayangi Indonesia, bahkan mereka rela berkorban jiwa dan raga untuk Indonesia. Bagaimana dengan kita sebagai pemuda Indonesia yang hidup dalam kemerdekaan seperti sekarang ini???!mMmmm....

Baik, sekarang kembali ke Kebangkitan Nasional. Apapun dan kapanpun itu bagi saya tidak jauh lebih penting, sekarang yang harus difokuskan adalah bagaimana kita menyikapi peristiwa tersebut. Apakah ini hanya dirayakan dengan upacara pada setiap tahunnya? Apakah peristiwa itu hanya dijadikan narasi yang tersusun indah dalam sebuah label yang dinamakan sejarah? Atau bahkan hanya dijadikan dongeng pengantar tidur?

* * *

Dalam menginjak usia yang ke 65, tentu sudah banyak perubahan yang kita alami. Kemajuan-kemajuan mulai tampak meski kemunduran itu pun juga masih ada. Ibarat sebuah perusahaan, Indonesia memiliki pengusaha yang berbakat dan memiliki skill yang lumayan jika dikembangkan. Lihat saja di bidang entertaiment pada ajang-ajang pencarian bakat, begitu bervariasinya bakat-bakat anak Indonesia. Di bidang akademik, tidak sedikit pelajar Indonesia yang memenangkan olimpiade Internasional yang tentu sangat mengharumkan nama bangsa. Selain itu, juga tak sedikit tokoh-tokoh Indonesia yang dikenal di kalangan Internasional, contoh klasiknya adalah Bapak Ir. Habibie. Ia dikenal sebagai orang jenuis yang berasal dari Indonesia. Contoh lainnya seperti Ibu Sri Mulyani, bahkan penyanyi Sandi Sandoro. Tak hanya itu di bidang-bidang lain pun menurut saya Indonesia cukup bisa diandalkan.

Di samping itu, Indonesia mengantongi modal yang besar. Sebagaimana kita ketahui, Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alamnya. Tanah Indonesia adalah tanah yang subur. Indonesia kaya budaya, dengan beragam perbedaan namun tetap bersatu dalam sebuah kebinekaan. Indonesia memiliki budaya Timur yang santun. Indonesia memiliki solidaritas yang luar biasa. Di tengah kesembrawutan, rakyat Indonesia masih ringan tangan, terbukti ketika adanya penggalangan dana untuk membantu korban bencana, atau menolong warga lain yang membutuhkan. Dengan cepat rupiah dapat segera terkumpulkan.

Jika saja Indonesia memiliki manajemen yang baik tentu negara ini telah lepas dari status negeri berkembangnya dan menduduki posisi baru sebagai negara maju.

Namun tak semulus itu, "Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat batu tongkat kayu jadi tanaman", tapi masih saja ada warga Indonesia yang kelaparan. Tidak bisa dibantahkan bahwa Indonesia belum lepas dari predikat negara termiskinnya. Kemiskinan  memang masih menghantui Indonesia. Padahal kita ketahui Indonesia adalah negara kaya. Tapi sayang mungkin kita terlalu pintar sehingga tidak tahu bagaimana harus mengolah kekayaan itu. Hal ini tentu berdampak bagi kemajuan bangsa Indonesia. Dari kemiskinan akan muncul pengangguran. Dan pengangguran memperbesar peluang kriminal.

Kronisnya lagi, akhir-akhir ini tidak hanya miskin harta, Indonesia juga mengalami krisis moral. Entah apa faktor utamanya, namun ini tentu ada kaitannya dengan pendidikan di Indonesia.

Pendidikan merupakan tonggak awal pembangunan bangsa. Jika pada prosesnya Indonesia dididik secara baik, tentu akan menghasilkan out put yang baik pula, karena pada dasarnya Indonesia memiliki bibit yang baik.

Masalah pendidikan, Indonesia memiliki kuantitas nilai yang lumayan tinggi tapi jika bicara soal kualitas memang belum ada apa-apanya. Mengapa demikian???! Kita sebagai pelajar, generasi penerus bangsa, jika ditanyakan mengapa kita sekolah? Mayoritas tujuannya adalah untuk memperoleh ijazah. Bahkan kebanyakan mahasiswa yang kuliah hanya untuk mendapatkan gelar, termasuk teman-teman kampus saya sendiri. Padahal pendidikan lebih dari sekedar nilai, ijazah, maupun gelar. Pendidikan lah yang sebenarnya membentuk pribadi kita. Percuma jika kuliah memperoleh IP yang tinggi, sedangkan kemampuannya nihil. Ada baiknya kita memperbaiki persepsi mengenai pendidikan. Pendidikan bukan hanya nilai, namun pendidikan adalah pengetahuan.

Meneropong kembali keadaan Indonesia, entah terlalu pintar atau sama sekali tidak pintar, dengan pendidikan yang dimiliki, Indonesia malah semakin mundur dari langkahnya. Sebut saja para pencuri kelas kakap yang bersembunyi dibalik topeng si pemegang amanah, yah tentu mereka adalah orang-orang yang berpendidikan. Tidak mungkin mereka dipilih rakyat jika tidak memiliki suatu kelebihan. Namun hebatnya mereka yang menetapkan undang-undang dan mereka pula yang seringkali melanggarnya. Kurangnya pendidikan spritual, mungkin ini merupakan salah satu faktor penyebabnya. Seseorang yang beriman dan mengenal agamanya tentu tidak akan melakukan hal tersebut. Sayangnya lagi-lagi banyak orang yang pura-pura tidak kenal.
* * *

Kekacauan-kekacauan terus menerpa bangsa ini. Tak hanya disebabkan oleh manusia bahkan alam pun semakin tak bersahabat. Ketika Indonesia mulai mendapat celah untuk bangkit, bencana alam memaksanya kembali jalan di tempat. Mungkinkah ini murka atau ini cobaan terhadap bangsa kita! Positive thinking saja, tentu ada hikmah di setiap peristiwa.

Mengapa Indonesia dibiarkan sakit separah ini. Salah siapa coba?! Orang kaya? Pemerintah? Atau .....???

Untuk saling menyalahkan memang tak ada gunanya. Jika menyalahkan si kaya yang tak mau berbagi, mungkin bisa saja karena si TAK kaya yang malas mencari rezeki. Menyalahkan pemerintah yang sok sibuk mengatur undang-undang tanpa peduli pengoptimalannya juga tidak ada gunanya. Dengan keadaan Indonesia yang bergini, sebagian masyarakat sibuk berunjuk rasa menuntut pemerintah yang dianggap tak mampu memimpin, padahal sebagai masyarakat sudahkah mereka melakukan yang terbaik untuk negeri ini. Adakah kita berupaya membantu pemerintah membangun Indonesia. Sekarang introspeksi diri masing-masing aja deh.

Masihkah ada harapan bagi Indonesia? Yah, tentu saja ada. Jika kita benar-benar berniat untuk membangkitkan kembali Indonesia, maka tidak ada yang tidak mungkin. Dengan menyatukan semangat, kita pasti bisa. Insya Allah...

* * *

Lantas apa yang harus kita lakukan untuk memulihkan bangsa ini? Apa hanya diam saja? Tentu tidak teman, ada beberapa usaha yang dapat kita lakukan.

Sederhananya saya selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk negeri ini dengan memulai dari diri saya sendiri. Seperti kata-kata yang sudah sering kita dengar, untuk melakukan sebuah kebaikan mulailah dari diri sendiri. Karena tidak akan bisa mengatur orang lain jika diri kita saja belum terbenahi.

Saya membiasakan diri untuk hidup disiplin. Saya berusaha tidak menyia-nyiakan waktu yang tersedia. Saat libur atau jika tidak ada tugas kuliah, saya lebih suka menulis atau browsing mencari info-info terbaru. [Maklum saya lebih suka membaca info di internet dari pada harus membaca koran. Karena menurut saya meski sama-sama akurat, berita online itu biasanya lebih singkat. Hee....]. Teman-teman juga bisa melakukan hal-hal positif lainnya yang kalian sukai.

Membuang sampah pada tempatnya, menurut saya ini hal positif sederhana yang dapat kita lakukan untuk bangsa ini. Dengan melakukan hal kecil tersebut tentu berpengaruh besar bagi Indonesia bahkan untuk dunia.

Di suatu kesempatan saya berusaha supaya saya juga dapat bermanfaat bagi orang lain. Dalam hal ini tindakan yang saya lakukan dapat berupa berupa berbagi ilmu yang saya miliki kepada teman-teman, adik, atau siapa saja. Saya dapat melakukannya dengan diskusi, bercerita, atau melalui tulisan seperti sekarang. Saya senang setidaknya saya bisa membantu upaya mencerdaskan bangsa.  

Itu hanya sebagian kecil contoh hal-hal yang mungkin juga dapat kalian lakukan. Masih ada beribu cara lagi yang dapat kita usahakan untuk ikut membangun Indonesia. Seperti melestarikan budaya bangsa, memakai produk dalam negeri, ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan lain-lain.

Melalui moment ini saya pun menyadari, ternyata mempelajari sejarah merupakan salah satu cara yang bisa meningkatkan rasa nasonalisme. Ibarat sebuah fiksi yang mengoptimalkan imajinasi. Saat membaca sejarah perjuangan para pahlawan seperti terbawa arus masa lalu Indonesia. Kala rakyat harus menyucurkan air mata di saat mereka tersiksa, maka di saat itulah saya ikut sedih. Dan darah saya seolah mengalir kencang ketika ada seorang pemuda dengan semangat membela Indonesia. Klimaksnya ketika pertarungan-pertarungan satu persatu mulai menggejolak, tak sedikit nyawa terkorbankan, lebih dari seliter darah yang terbuang. Dan itu tidaklah sia-sia, karena ending-nya adalah MERDEKA!


Meski di Indonesia mata pelajaran sejarah masih dinomorduakan, namun ada baiknya kita mempunyai inisiatif sendiri untuk mempelajarinya. Tidak mungkin mencintai seseorang jika tidak mengenalnya. Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Maka kenalilah Indonesia supaya kita benar-benar mencintainya!


Sekarang tahun 2010, sudah berpuluh-puluh tahun berlalu. Dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang belum lama ini, semoga baik di tahun ini maupun tahun-tahun berikutnya Indonesia dapat menjadi lebih baik. Indonesia bukan siapa-siapa melainkan diri kita sendiri. Percayalah, jika generasi penerus berpendidikan, berkepribadian, berakhlak, dan tidak cuma sok tahu tentang agama, mudah-mudahan Indonesia dapat benar-benar bangkit kembali. Semoga, aaaaamiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kalian motivasi menulis saya. Terima kasih atas komentarnya :)